Jumlah warga asing di Jepang dengan status visa Specified Skilled Worker (SSW) mencapai rekor tertinggi, yaitu 336.196 orang per akhir Juni 2025, menurut laporan yang dirilis oleh Badan Layanan Imigrasi Jepang .
Angka ini naik 18,2% dibandingkan 284.466 orang pada akhir Desember 2024.Dari total tersebut, warga Vietnam menempati porsi terbesar yaitu 44,2%, disusul oleh Indonesia (20,7%), Myanmar (10,6%), Filipina (9,7%), dan Tiongkok (6,0%).
Tentang Visa Pekerja Terampil (SSW)
Visa Specified Skilled Worker atau SSW diberikan kepada tenaga kerja asing untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu di Jepang.
Program ini mulai diterapkan pada 2019 dan memiliki dua tingkatan:
-
SSW Tipe 1 (Type 1) — Mengizinkan pekerja asing bekerja di Jepang hingga lima tahun.
-
SSW Tipe 2 (Type 2) — Diperuntukkan bagi tenaga kerja dengan keahlian lebih tinggi, bersifat dapat diperpanjang tanpa batas waktu, dan pemegangnya diperbolehkan membawa keluarga.
Sektor dan Wilayah dengan Pekerja Terbanyak
Berdasarkan industri, distribusi tenaga kerja asing dengan visa SSW adalah sebagai berikut:
-
25,3% bekerja di industri makanan dan minuman,
-
16,3% di layanan perawatan (caregiving),
-
15,3% di manufaktur barang, dan
-
13,1% di konstruksi.
Secara geografis, Prefektur Aichi memiliki jumlah pekerja terbanyak (7,8%), disusul oleh Tokyo dan Osaka (masing-masing 6,7%), serta Saitama (6,4%).
Sebagian Besar Lulusan Program Magang (TITP)
Sebagian besar pemegang visa SSW berasal dari Program Magang Teknis (Technical Intern Training Program / TITP) — yang selama ini menjadi jalur utama masuknya tenaga kerja asing ke Jepang, meski kerap dikritik karena pelanggaran hak tenaga kerja.
Menurut data,
-
55,6% pekerja SSW beralih dari program magang,
-
44,3% lulus ujian kualifikasi secara langsung, dan
-
sisanya 0,1% masuk lewat jalur lain.
Program TITP pertama kali diperkenalkan pada tahun 1993 dengan tujuan untuk mentransfer keahlian ke negara berkembang. Namun, program ini banyak dikritik karena sering dimanfaatkan perusahaan untuk mengeksploitasi tenaga kerja, termasuk larangan berpindah kerja yang membuat peserta magang terjebak dalam kondisi kerja yang buruk. Beberapa bahkan dilaporkan melarikan diri dan pulang sebelum menyelesaikan masa magangnya.
Sistem Baru: Employment for Skill Development (ESD)
Sebagai respons, pemerintah Jepang berencana meluncurkan sistem baru bernama Employment for Skill Development Program (ESD) pada April 2027.
Program ini dibuat berdasarkan revisi undang-undang keimigrasian yang disahkan tahun 2024, dengan tujuan menyalurkan tenaga kerja asing ke sektor-sektor yang mengalami kekurangan tenaga kerja.
Sistem ESD akan memfokuskan penempatan di daerah pedesaan, di mana perusahaan terpilih dapat menerima hingga tiga kali lebih banyak peserta pelatihan asing dibanding batas umum.
Untuk mencegah perpindahan massal ke kota besar seperti Tokyo dan Osaka, pemerintah akan menerapkan pembatasan ketat terhadap mutasi pekerjaan ke daerah metropolitan.
Dalam program ini, peserta akan menjalani masa magang selama tiga tahun, dengan harapan mencapai tingkat keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan visa SSW.
Setelah memenuhi kriteria keahlian dan kemampuan bahasa Jepang tertentu, mereka dapat berpindah tempat kerja dalam industri yang sama, terutama jika menghadapi kondisi kerja yang tidak layak.